Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2021

Ditjen Pajak Menyita Rumah dan Ruko Warga yang Menunggak Pajak Total Sebesar Rp 3,2 Miliar

Jakarta -  Petugas Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menyita rumah dan ruko milik warga yang menunggak pajak sebesar Rp 3,2 miliar. Penyitaan tersebut dilakukan oleh tim penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat Ditjen Pajak. Dikutip dari laman resmi Ditjen Pajak, rumah dan ruko di Jl. Pemuda Baru III dan Jl. Hayam Wuruk, Kota Medan, Sumatera Utara, yang disita itu tercatat sebagai milik seorang warga berinisial EC. "Penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyita rumah dan ruko milik tersangka EC di Jalan Pemuda Baru III dan Jalan Hayam Wuruk, Kota Medan, Sumatera Utara," demikian penjelasan yang dikutip kumparan, Kamis (17/6). Disebutkan, penyitaan oleh tim penyidik Ditjen Pajak, dilakukan melalui koordinasi dengan kepala lingkungan (Ketua RW) setempat dan tim dari Korwas PPNS Polda Sumatera Utara. Tersangka EC diduga telah mengemplang pajak sebesar Rp 3,2 miliar, dengan cara sengaja menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan a

Cerita di Balik Kekejaman Militer Rezim Burma"Tidak Memiliki Rasa Kemanusian, Mereka Bisa Membunuh Kapanpun"

Demoso -  Tidak ada yang tersisa di desanya Mi Meh. Setelah militer mulai melancarkan serangan udara tanpa pandang bulu dan menembaki kota Demoso di negara bagian Kayah tenggara Myanmar, juga dikenal sebagai Karenni, semua orang melarikan diri ke hutan. Dengan hanya pakaian di punggungnya dan terpal kecil sebagai alas, Mi Meh dan warga lain dari desanya mendirikan kemah. Ketika diwawancara Al Jazeera pada 27 Mei, dia kehabisan makanan dan air, pakaiannya basah kuyup oleh hujan lebat dan dia belum mandi lebih dari seminggu. Tapi kekhawatiran terbesar bagi Mi Meh adalah keselamatannya. "Pesawat sering terbang di atas kepala," katanya. "Kami ada banyak perempuan dan anak-anak di sini. Saya sangat khawatir karena (militer) tidak memiliki kemanusiaan. Mereka bisa membunuh kami kapan saja." Al Jazeera menggunakan nama samaran untuk Mi Meh, yang seperti beberapa orang yang diwawancarai untuk artikel ini, berbicara dengan syarat anonim karena militer terus menangkap dan mem